20 Juli 2008

Penegakan dan Evolusi Kerjasama

oleh : Nelson Siahaan

RINGKASAN
(Enforcement and the Evolution of Cooperation –George W. Downs)

Pengaruh dan kekuatan kerjasama multilateral, seperti hak asasi manusia mengilhami ahli-ahli Hukum Internasional (HI) dan teori Hubungan International menggugat manfaat dari penegakan. Diyakini bahwa aturan-aturan penegakan tidak sesuai lagi saat ini. Pelanggaran lebih merupakan bentuk tipikal dari keengganan. Transformasionalis melihat penegakan berdampak negatif bagi pengembangan kerjasama dan mengurangi keinginan banyak negara bergabung dengan mengangkat lingkungan yang kurang menyenangkan di antara negara-negara anggota.



Teori ekonomi politik (EP) dari penegakan jauh lebih rumit dari bentuk “ the archetypical Prisoners Dilemma game”, yang merekomendasikan pilihan-pilihan rasional dalam menghadapi situasi-situasi yang kompleks, dan memprediksi perilaku pihak-pihak yang terlibat didalamnya. (“What can I do in response to what they do, given that they have a belief about what I will do?”). Ahli EP menyadari pilihan strategi penegakan akan beragam sesuai konteks yang ada, tergantung pada faktor-faktor: kualitas kepatuhan; sifat yang sedang diregulasi; dan berbagai jenis ketidakpastian.

Penegakan umumnya terkait dengan strategi yang digunakan negara atau berbagai pihak untuk mendapatkan harapan-harapan yang ada dipikiran para pimpinan negara dan birokrat berkaitan dengan konsekuensi-konsekuensi negatif dari ketidakpatuhan. Oleh karena itu, sanksi dirancang untuk mencegah terjadinya ketidakpatuhan. Ahli HI berpendapat bahwa sanksi bagi ketidakpatuhan berasal dari aturan-aturan perjanjian hukum internasional, dan norma-norma internasional. Sementara, ahli EP melihat ada sanksi-sanksi penting yang dilaksanakan hanya berdasarkan opini publik yang sudah dianggap sesuai dengan konsekuensi dari ketidakpatuhan contohnya, organisasi ad hoc seperti sanksi ekonomi yang dilakukan oleh satu atau lebih negara, pengingkaran pemberian insentif (pinjaman berjangka, transfer teknologi), implementasi hubungan strategis seperti mencegah suatu negara melakukan usaha kerjasama dengan yang lain.

Ekonomi politik melihat penegakan berperan dalam menjaga kepatuhan baik dalam hubungan dengan perjanjian-perjanjian tertentu maupun dalam sistem internasional. Sementara, HI menganggap penegakan adalah “extra-legal”, cenderung fokus pada aturan-aturan formal. Dalam suatu perjanjian kerjasama, pemberian sanksi tidak relevan karena tidak satupun pihak diuntungkan kecuali setiap negara secara sendiri-sendiri mempunyai motif mengingkari kesepakatan. Bentuk pengingkaran ini harus dilawan dengan menggunakan sanksi-sanksi timbal-balik atau “Tit-for-Tat”, di mana suatu negara mulai dengan kerjasama dan kemudian melakukan reaksi balasan setimpal dengan setiap pengingkaran.

Ketika tingkat ketidakpercayaan dan ketidakpastian begitu tinggi maka dibutuhkan pilihan-pilihan rasional untuk menghadapi situasi-situasi yang kompleks, serta memprediksi perilaku para pihak yang terlibat. Dalam kebijakan regulasi lingkungan misalnya, dimana jumlah institusi multilateral banyak, maka peran dan perlunya penegakan tergantung pada faktor-faktor: tingkat kepatuhan; sifat yang sedang diregulasi; dan berbagai jenis ketidakpastian. Suatu negara mungkin mengambil resiko menerima sanksi karena ternyata lebih menguntungkan mengingkari perjanjian dengan negara yang hanya mengenakan denda untuk setiap ketidakpatuhan. Atau, mengandalkan solusi-solusi politis diluar perjanjian seperti menarik mundur misi diplomatik atau menunda negosiasi-negosiasi tentang isu-isu yang tak berhubungan. Sebab itu, sering sanksi dibidang kerjasama lingkungan tidak dapat berjalan karena mencegah pelanggaran polusi kolektif sangat sulit.

Kerjasama multilateral seperti mengatur pengurangan polusi; ketidakmampuan untuk mengeluarkan negara pelanggar dari kerjasama menjadikan pemberian sanksi pekerjaan yang rumit. Penegakan dalam lembaga multilateral sering melibatkan lebih dari sekedar sistem sanksi yang sederhana. Kerjasama dimungkinkan hanya bila pelanggar dihukum melalui keuntungan-keuntungan yang diciptakan oleh perjanjian yang berkaitan dengan hal itu seperti perjanjian dagang, atau dengan membatasi kemampuan pelanggar berpartisipasi dalam perjanjian berikutnya. Satu lagi yang membuat sistem penegakan lebih rumit adalah penggunaan ad hoc / informal, sanksi bersifat timbal balik cenderung tidak efisien. Setiap negara memiliki informasi berbeda tentang apakah pelanggaran telah terjadi pada suatu tempat dan sejauhmana itu terjadi. Hal ini menjadikan anggota-anggota multilateral membuat penilaian yang berbeda tentang sanksi yang diperlukan.

Manajerialis sejalan dengan keinginan EP, yang meyakini manajemen sebagai kunci masa depan regulasi kerjasama internasional. Bagi mereka penegakan berperan mempertahankan` perjanjian. EP mempersyaratkan penegakan agar perjanjian kooperatif dan berperan sebagaimana mestinya. Ketidakpastian dan keraguan dalam perjanjian tak ada hubungannya dengan masalah kepatuhan. Negara-negara akan lebih berusaha melaksanakan negosiasi apabila ditemukan masalah ketidakpatuhan. Negosiasi mempermudah pemecahan masalah untuk hampir semua kasus. Ketidakmampuan negara menyelesaikan isu-isu melalui negosiasi akan menghasilkan ketidakjelasan. Bila penegakan berhasil, ini akan mencegah negara melanggar perjanjian dan terkena sanksi. Ini berarti bahwa sanksi jarang mudah diinterpretasikan dan, ini bukti penegakan tidak relevan.

Sejauh mana pentingnya penegakan dibidang regulasi lingkungan? Dari 50 perjanjian multilateral di UNEP, Register Of International Treaties and Other Agreements dimana USA adalah partisipan, ditemukan 35 perjanjian tidak memiliki aturan penegakan sama sekali atau hanya ada Nonbinding Arbitration. Lima lainnya menggambarkan sanksi pelanggaran yang tidak jelas berhubungan dengan isu-isu manajerial seperti ketidakpastian reduksi, kapasitas bangunan. Akan tetapi, ada 10 perjanjian mengacu kepada prosedur sanksi-sanksi, dan denda.

Sanksi dalam perjanjian multilateral tergantung pada kedalaman kerjasama yang merujuk pada; (1) tingkat perubahan perilaku yang dibutuhkan dari para pihak (2) skala perubahan perilaku yang akan terjadi diantara para pihak. Dari kedalaman kerjasama dapat diperkirakan secara tidak langsung keuntungan yang akan diperoleh negara. Semakin besar dasar suatu perjanjian dari praktek sebelumnya, maka akan semakin besar biaya ditanggung suatu negara sehingga, diperlukan insentif untuk mengimbangi kekurangan dengan menaikkan skala sanksi. Oleh karena itu pembuat kebijakan negara seharusnya melihat adanya hubungan kuat antara kekuatan dari penegakan dan kedalaman dari kerja sama.

Dari 50 perjanjian lingkungan, setiap perjanjian memiliki tingkat kedalaman kerjasama dan level penegakan. Sesuai Teori EP, ternyata kedalaman kerjasama juga mempunyai aturan-aturan penegakan yang sangat kuat dan tegas. Ketidakserasian antara kedalaman dan penegakan dalam suatu perjanjian selalu tampak dalam hal problem-problem kepatuhan. Satu contoh ketidakserasian terjadi dalam perjanjian-perjanjian perikanan yang dikeluarkan oleh komisi 11 perikanan internasional.

Manajerialis membuat kontribusi besar dalam ekologi berkaitan dengan perjanjian-perjanjian internasional. Umumnya setiap perjanjian membutuhkan penegakan karena ketidakpatuhan yang akan muncul akibat perjanjian tersebut. Ketidakpatuhan lebih baik ditangani secara bersama daripada dengan menerapkan beberapa sanksi formal. Manajerialis tidak dapat menjelaskan kenapa sebagian aturan penegakan tidak relevan, termasuk beberapa aturan penegakan perjanjian multilateral yang sangat penting dan berpotensi untuk latar belakang saat negosiasi dilakukan. Dalam hubungan dengan perjanjian-perjanjian lingkungan peran penegakan dan aturan-aturan formal penegakan meningkat sejalan dengan peningkatan kerjasamanya. Kepatuhan selalu akan terkait dengan kedalaman perjanjian dan aturan-aturan penegakan yang mendasar seperti disarankan.

Dalam beberapa hal kritik kaum transformasi sejalan dengan para manajerialism. Akan tetapi kritik transformasionalis lebih baik dilihat secara terpisah. Transformasionalis kurang fokus pada peran penegakan untuk mempertahankan tingkat kerjasama yang ada dibandingkan dengan potensi dampak kontraproduktif dari evolusi sistem atau organisasi kerjasama. Kebanyakan ahli-ahli ekonomi menyarankan perubahan-perubahan dalam pilihan-pilihan negara dan juga individu. Ini seperti pada hasil dari perubahan relatif harga yang terjadi akibat lahirnya invovasi teknologi dari sekedar sebagai hasil pergeseran nilai-nilai normatif.

Adalah keliru jika mengakui penegakan sebagai dasar utama dari setiap kerjasama internasional. Akan tetapi, penegakan juga bukan penghalang utama bagi evolusi kerjasama. Seperti strategi lain dalam mempromosikan kerjasama, penegakan memiliki kekuatan-kekuatan dan keterbatasan-keterbatasan. Kekuatan dan keterbatasan ini baru saja mulai ditemukan jawabannya oleh ahli-ahli hukum internasional dan ekonomi politik.

Tidak ada komentar: